STKIP ST.PAULUS RUTENG DALAM BINGKAI KENANGANKU
![]() |
Oleh : Yuliana Tati Haryatin*
Ulang tahun berdirinya lembaga pendidikan ini dirayakan setiap tanggal 11 November setiap tahunnya. Namun reuni ini kami buat lebih awal, karena bersamaan dengan jadwal liburan mayoritas alumni. Selain itu, alasan lainnya juga mengapa ada reuni adalah tumpukan rindu yang sudah menggunung di hati kami untuk sejenak bernostalgia di taman kampus ini. Para alumnus datang dari berbagai pelosok Nusantara mulai dari Sabang sampai Merauke, membawa segudang pengalaman di medan bakti untuk dishare kepada sesama alumni dan segenap civitas akademika prodi Teologi UNIKA St. Paulus Ruteng.
Kenangan masa silam terasa hidup kembali saat kami menginjakkan kaki di taman pendidikan ini. Rasa haru dan bangga menyelinap di setiap relung hati, saat kami menyaksikan perkembangan kampus yang begitu pesat. Statusnya yang semula masih KPK, lalu APK, dan kemudian STKIP, kini sudah naik levelnya menjadi universitas. Lengkapnya Universitas Katolik St. Paulus Ruteng. Bahkan dari hasil penilaian kementrian riset, tekhnologi, dan pendidikan tinggi direktorat jenderal penguatan dan pengembangan , kampus kami ini ditetapkan sebagai perguruan tinggi swasta terbaik untuk provinsi NTT. Wow...ini prestasi yang sangat mengagumkan dan membuat kami semakin bangga dengan almamater tercinta. Seiring dengan statusnya yang kini sudah menjadi universitas, di sana-sini juga kami menyaksikan bangunan yang bertingkat-tingkat, gedung perpustakaan yang semakin megah, bahkan ada bangunan kembar dua berlantai enam. Jumlah dosennya juga semakin bertambah karena tuntutan kebutuhan sesuai dengan program studi yang dibuka. Akh....kampusku ini semakin keren saja.
Di tengah kemajuan yang pesat ini, apakah semuanya berubah? Ternyata tidak. Kami senang karena panorama alam kampus masih terlihat sama seperti dulu. Asri dan sejuk. Sebut saja, pohon Cemara yang tumbuh berjejer rapi di sepanjang kiri-kanan jalan, dan di tengah halaman kampus, membuat kampus ini selalu terlihat asri dan sejuk. Halaman kampus ditumbuhi rumput hijau yang sengaja kami tanam kala itu. Di tengah halaman, dihiasi taman bunga yang tertata indah dengan berbagai formasi. Ada yang berbentuk hati, berbentuk lingkaran, huruf V, dan berbagai formasi lainnya sesuai dengan kreatifitas kami saat itu. Masih segar dalam ingatanku, saat itu kami yang tinggal di asrama di bagi dalam beberapa kelompok dan setiap hari diberikan tugas untuk merawat bunga-bunga itu secara rutin. Alhasil, hingga saat ini, kembang-kembang itu bermekaran dengan cantiknya menghiasi halaman kampus dengan warnanya yang beraneka ragam. Sungguh indah di pandang mata.
Ada pagar hidup di sekeliling taman dan halaman yaitu tanaman bonsai yang ujung atasnya selalu dipangkas rutin sehingga kelihatan selalu rapi dan indah. Konon, pohon Cemara, taman bunga, dan rumputan hijau selalu menjadi latar andalan ketika kami moment-moment spesial kala itu. Tidak heran jika anda membuka album kenangan kami semasa berjuang meraih mimpi di almamater tercinta ini, potret yang anda pandang itu tak luput latar yang telah disebutkan di atas.
Ada pagar hidup di sekeliling taman dan halaman yaitu tanaman bonsai yang ujung atasnya selalu dipangkas rutin sehingga kelihatan selalu rapi dan indah. Konon, pohon Cemara, taman bunga, dan rumputan hijau selalu menjadi latar andalan ketika kami moment-moment spesial kala itu. Tidak heran jika anda membuka album kenangan kami semasa berjuang meraih mimpi di almamater tercinta ini, potret yang anda pandang itu tak luput latar yang telah disebutkan di atas.
Di tengah kampus, ada sebuah Kapela tua yang mungil dan diapit oleh bangunan bertingkat. Kapela tua ini menjadi pusat kegiatan rohani kami kala itu. Hari Kamis , adalah jadwal rutin kampus untuk merayakan Ekaristi bersama di Kapela ini. Para petugas Liturgi seperti ajudah, Lektor/lektris, pengkhotbah, pemazmur, organis, dan peserta Koor, dibagi secara bergilir kepada seluruh mahasiswa. Dengan kata lain, ilmu yang kami dapat saat di ruang kuliah, selain terjun ke sekolah & sekolah dan berbagai paroki yang tersebar di keuskupan Ruteng, salah satu tempat praktek kami juga adalah di Kapela ini. Setiap hari, seluruh penghuni asrama, baik putra maupun putri selalu memulai dan mengakhiri aktivitas harian dengan menimba kekuatan rohani di tempat ini. Setiap pagi, ada perayaan Ekaristi dan setiap malam menjelang tidur ada doa bersama di tempat ini. Saat bernostalgia tentang aktivitas kami yang berkaitan dengan Kapela ini, ada begitu banyak cerita indah, lucu, dan menarik. Akh....kami rindu masa-masa itu.
Selain Kapela, masih ada bangunan tua lainnya yang masih berdiri kokoh hingga sekarang yaitu aula missio dan beberapa bangunan panjang yang berbentuk huruf L. Pada bangunan yang berbentuk huruf L ini, didalamnya memiliki beberapa ruangan sekaligus kamar, yang berjejer rapi. Bangunan panjang tersebut dihuni oleh para imam yang merupakan dosen kami saat itu. Di setiap pintu ruangan , terukir indah nama-nama para iman tersebut. Ini lebih memudahkan kami untuk menemukan tempat tinggal para dosen ini manakala ada keperluan. Mulai dari kamar paling ujung kiri, ada Pater Frans Pora, SVD, Pater Horst Baum, SVD, Pater Yan Van Rossmalen, SVD, Pater Marsel Agot, SVD, Pater Yosef Masan Toron, SVD, Romo John Boylon, Pr, pater Oswaldus Bule, SVD, Romo Ignas Semana,.Pr, dan Pater Piet Pedo Neo, SVD. Kini, sebagian besar dari mereka sudah tidak berkarya di tempat ini. Di mata kami, para dosen ini adalah orang-orang hebat dan luar biasa yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya secara total untuk mendidik dan membimbing kami.
Dua diantaranya telah berpulang ke pangkuan Ilahi, yakni pater Yan Van Rossmalen, SVD dan Pater Piet Pedo Neo, SVD. Menyebut dua nama itu, untuk sejenak aku tertegun. Tak terasa, dua butiran bening mengalir deras membasahi kedua pipi ini. Rindu dengan kedua sosok ini.
Jika menengok sejarah awal berdirinya kampus ini, nama pater Yan Van Rossmalen, SVD, atau biasa kami menyebutnya dengan sapaan manis Nene Malen, begitu melekat erat di setiap kisah perjalanan kampus ini. Yah, Karena Pater Yan adalah sang Fundator sekaligus sutradara utama berdirinya lembaga ini. Saat bumi Congka Sae ini belum dijamah pendidikan formal yang bermutu, pater Yan hadir sebagai sosok guru yang mengabdi secara total dalam dunia pendidikan. Beliau mendirikan lembaga ini dengan mengembangkan Pendidikan yang integral dan holistik dengan penekanan yang seimbang antara aspek intelektual, afektif, sosial dan spiritual. Di hari- hari tuanya, Nene Malen masih memedulikan perkembangan pendidikan dengan menyumbangkan sejumlah dana bagi perpustakaan kampus.
Sosok kedua yang telah berpulang ke pangkuan Ilahi adalah Pater Piet Pedo Neo, SVD. Akh....nama itu begitu melekat erat di hati. Ada banyak kenanganku tentangnya. Mataku kembali memandang salah satu pojok ruangan di bangunan tua itu. Tak terasa, dua butiran bening kembali mengalir deras membasahi kedua pipi ini. Bagaimana hati tidak sedih? Ada banyak kenanganku bersamanya di sana. Di tempat itulah talenta musikku dilatih dengan sangat baik olehnya. Dengan segenap cinta, ketulusan hati, kesabaran, dan kesetiaan, beliau membimbing dan mengajariku cara memetik dawai gitar dan memainkan tuts piano dengan indah. Sayangnya, usai latihan rutin di tempatnya, saya terkadang lalai dan kurang serius menekuninya karena banyaknya tugas-tugas dari kampus saat itu. Tidak heran kalau beliau terkadang menegurku karena mengabaikan talentaku itu. Padre..... meski ragamu kini telah tiada, namamu dan segala kenangan tentangmu tetap terukir indah di hati.
Berikutnya tentang aula missio. Gedung ini adalah pusat pertemuan Akbar segenap civitas akademika STKIP St. Paulus Ruteng saat itu. Mulai dari seminar, acara wisuda, ujian negara, dan berbagai festival lainnya berpusat pada aulla missio ini. Di bagian depan pintu masuk, ada kolam mini dengan beberapa ikan hias di dalamnya. Dulu, saat pikiran penat, saya sering duduk santai di pinggir kolam mungil ini sembari memetik dawai gitar. Potretku yang sedang memetik dawai gitar dengan latar kolam ini masih tersimpan di album kenanganku. Sayangnya, kolam ini kini sudah tidak ada. Sedangkan bangunan aulla missio, masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Untuk kami penghuni asrama, aulla missio ini menyimpan kenangan tersendiri. Setiap malam Minggu, kami berjoget ria di sini setelah sepekan bergelut dengan tugas-tugas kuliah. Akh... saya jadi senyum-senyum sendiri jika mengenangkan kembali bagaimana tingkah gila kami saat berjoget ria di tempat ini. Pasangan sejoli yang lagi kasmaran biasanya menjadikan momentum ini untuk bisa saling berkomunikasi di tengah keramaian itu, tentu tetap dengan sikap yang santun. Maklum, saat itu, kami tinggal di asrama dengan sejumlah aturan yang ketat dan mendidik kami untuk disiplin, termasuk bergaul dengan lawan jenis. Selain sebagai tempat rekreasi, tempat ini juga dimanfaatkan sebagai ajang latihan bagi warga kampus/ penghuni asrama dalam mengembangkan talentanya di bidang seni, baik itu seni musik, seni suara, seni tari, seni teater, dan berbagai cabang seni lainnya.
Di belakang kampus, ada lapangan bola kaki yang luas dan ditumbuhi rumput hijau. Rumput-rumput itu dipesan secara khusus oleh Pater Marsel Agot, SVD , bukan hanya ditanam, tetapi juga kami rawat secara rutin agar selalu kelihatan hijau. Di sampingnya, ada lapangan bola volley, bola basket dan badminton. Pusat aktivitas olahraga ada di sini. Para bintang lapangan kampus, dapat dikenal melalui tempat ini.
Di pojok atas kampus, ada sebuah hutan mungil hasil karya Pater Marsel Agot, SVD. Didalamnya ditumbuhi berbagai jenis pohon Mahoni yang berjejer rapi. Hutan buatan ini membuat wajah kampus semakin teduh dan sejuk. Pater Marsel Agot dan seluruh karya hidupnya di kampus ini telah banyak memberikan inspirasi bagi kami terutama dalam merawat lingkungan hidup. Beliau adalah sosok yang memberikan teladan hidup bagi kami tentang bagaimana merawat keutuhan ciptaan Tuhan mulai dari hal-hal sederhana, seperti membuang sampah pada tempatnya, membersihkan kamar mandi/ WC tanpa rasa risih, menyikat / membersihkan selokan/got secara rutin, menanam dan menyiram bunga dengan tekun, memangkas pucuk bonsai secara teratur, mengepel lantai, merapikan pakaian yang berserakan, dan lain-lain sebagainya. Semuanya itu kami lakukan selama berada di kampus ini, khususnya saat kami tinggal di asrama kampus.
Ada banyak kekayaan hidup yang kami pelajari saat tinggal di asrama. Nilai kekeluargaan, persaudaraan, kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, disiplin, dan berbagai hal positif lainnya sungguh kami rasakan. Salah satu buahnya yang kami rasakan hingga saat ini adalah, meski kami telah berpisah puluhan tahun lamanya, tetap saja selalu ada ikatan emosional di antara kami, kapan dan di mana pun kami berada. Saat berjumpa, entah itu di dunia maya, maupun di kehidupan nyata cerita indah tentang kenangan selama hidup di kampus masih saja menghiasi obrolan kami.
Hal menarik lain yang saya alami selama berada di kampus ini adalah budaya literasinya yang berakar kuat. Kini gedung perpustakaan kampus sudah direhap menjadi bangunan yang bertingkat. Dulu, letak perpustakaan ini, sangat dekat dengan asrama tempat kami tinggal. Di dalamnya dipenuhi berbagai ribuan judul buku yang berkualitas dan juga berbagai jenis koran dan majalah. Perpustakaan ini sudah sering mendapatkan penghargaan karena sarana dan prasarananya yang memadai.
Saya adalah pengunjung setia di perpustakaan ini. Tak ada hari yang saya lewatkan tanpa mengunjungi perpustakaan ini. Entah pagi, siang, bahkan sampai malam, perpustakaan ini selalu dipenuhi oleh mahasiswa. petugas perpustakaan ( Om Rafel) sering memaksaku untuk segera ke luar dari ruangan perpustakaan saat jam besuk sudah berakhir. Yah, mungkin karena pribadi saya yang kutu buku, membuat saya seringkali lupa waktu. Saking asyiknya melahap berbagai jenis buku di perpustakaan, peringatan dari pegawai perpustakaan untuk segera keluar dari ruangan seringkali saya abaikan, hehe... Kalau melihat daftar pengunjung perpustakaan saat itu, om Rafel sekalu memberitahuku bahwa nama saya selalu di urutan teratas untuk daftar pengunjung yang paling rajin ke perpustakaan. Yah, ilkim kampus ini memang sungguh mendukung kami untuk mencintai budaya literasi. Saya bersyukur dan sangat beruntung mengenyam pendidikan di lembaga ini. Masih banyak kisah lain tentang kenanganku di kampus ini. Di lain waktu, bakal saya ceritakan lagi.
Kini, usianya sudah 60 tahun. Ada banyak prestasi yang telah diraihnya. Lembaga pendidikan ini telah melahirkan ribuan Alumnus yang telah berkarya di berbagai belahan dunia ini. Bukan hanya tingkat lokal, atau nasional, tetapi juga di tingkat internasional. Mereka diutus menjadi pewarta handal ke seluruh penjuru dunia. Almamaterku tercinta. Selamat merayakan ulang tahun yang ke- 60. Kami sungguh bangga terlahir dari rahimmu. Di usia yang ke- 60 ini, tak kan henti kami lantunan doa penuh syukur atas Rahmat penyelenggaraan Ilahi yang telah membuatmu berkembang pesat hingga seperti ini. Sekali lagi Selamat ulang tahun almamaterku tercinta. Teruslah menjadi rahim yang melahirkan SDM yang berkualitas demi kemajuan bangsa , Gereja dan peradaban dunia yang lebih baik. Kami selalu mendukungmu dalam doa dan karya. Salam.
* Penulis adalah alumnus prodi Teologi di UNIKA ST PAULUS RUTENG, tamat tahun 2002.
Sekarang berkarya di SMAN I KOMODO, Labuan Bajo Manggarai Barat
Komentar
Posting Komentar